A. Pembentukan
Keluarga (Perkawinan)
Secara
bahasa perkawinan atau nikah adalah adh-dhammu
wal jam’u artinya menggabungkan dan mempersatukan. Yang dimaksud adalah
mempersatukan cita, rasa,dan karsa antara dua orang lawan jenis. Secara hukum,
nikah atau perkawinan adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang
laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim sehingga menimbulkan hak dan kewajiban
antara keduanya. Ditinjau dari segi muamalah, perkawinan merupakan ikatan
persaudaraan antara dua keluarga, bahkan di keluarga besar, sehingga berbagai
urusan sosial kemasyarakatan akan semakin mudah diatasi. Berawal dari sebuah pernikahan maka akan
terbentuklah keluarga.
Keluarga
bahagia ialah keluarga yang diliputi oleh suasana damai, aman dan tertib, penuh
pengertian, dan tolong menolong diantara keluarganya.Keluarga yang demikian
ituu terasa sabagisatu-satunya tempat yang membahagiakan, karena seluruh
anggota keluarga akan merasa aman dan nyaman tinggal dirumah.
Allah
SWT Berfirman : “Dan diantara tanda-tanda
kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari sejenismu sendiri
supaya kamu cenderung merasa tenteram kepadanya, dan dijakanNya diantramu rasa
kasih sayng, Sesungguhnya pada yang demikian itu, benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(Ar-Rum :21)
B. Hak dan
Kewajiban Anggota Keluarga
Dua
insan yang berlainan jenis, laki-laki dan perempuan yang semula masing-masing
bebas, maka setelahmenikah atau menjalin hubungan suami istri, mau
tidakmauharus tunduk dan patuh kepada kewajiban masing-masing. Suatu kewajiabn
yang dilakukan oleh suami adalah hak bagi istri. Sedangkan kewajiban yang
dilakukan oleh istri akan menjadi hak bagi suami.
1. Kewajiban Suami
a.
Memberi nafkah,
pakaina dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya sesuai dengan
kemampuan yang diusahakan secara maksimal. Allah berfirman:
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ
وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا
Artinya : Dan kewajiban
ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang
tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.(Al-Baqara: 233)
b.
Bergaul dengan
istri secara makruf. Cara yang makruf ialah cara yang layak atau patut, antara
lain dengan akhlak yang baik. Penuh kasih sayang, menghargai, memperhatikan dan
sebagainya.
c.
Memimpin
keluarga yaitu istri dan anak-anaknya dalam menjalankan roda organisasi
keluarga untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu kesejahteraan dan
kebahagiaan lahir dan batin, dunia dan akhirat. Allah berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى
النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا
مِنْ أَمْوَالِهِمْ
Artinya :Kaum laki-laki
itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
2. Kewajiban Istri
Keberadaan seorang wanita sebagai istri dan juga
sebagai seorang ibu dalam
lingkungan sebuah keluarga memiliki arti yang sangat penting, bahkan bisa
dikatakan istri merupakan
satu tiang yang menegakkan kehidupan
keluarga dan termasuk pemeran utama dalam mencetak "orang-orang
besar". Sehingga tepat sekali bila ada yang mengatakan bahwa : "Di
balik setiap orang besar ada seorang wanita yang mengasuh dan
mendidiknya".
Berikut beberapa kewajiban
seorang istri dalam sebuah rumah tangga adalah :
1.
Taat kepada suami dalam hal serta perkara
bukan dalam rangka maksiat kepada Allah.
Taat ini karena seorang suami adalah seorang pemimpin dalam rumah tangga.Dan
ketaatan ini lebih didahulukan daripada melakukan ibadah sunnah.
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda :
"Tidak
boleh seorang wanita puasa (sunnah) sementara suaminya ada di tempat kecuali
setelah mendapatkan izin suaminya."(HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no.
1026)
Kewajiban dalam menaati suami ini dalam perkara yang
ia perintahkan sebatas kemampuan seorang istri , karena hal ini juga merupakan
keutamaan seorang lelaki terhadap kaum wanita.
2.
Mengerjakan pekerjaan rumah sebagai
seorang ibu rumah tangga seperti
halnya memasak, mencuci, membersihkan rumah dan sebagainya.
Seorang istri sudah semestinya melakukan pekerjaan
rumah tangga seperti di atas dengan penuh kerelaan dan kelapangan hati dan
kesadaran bahwa hal itu merupakan salah satu ibadah kepada Allah.
3.
Menjaga harta suami.
Dalam hal menjaga harta suami ini, Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda :
"Sebaik-baik
wanita penunggang unta, wanita Quraisy yang baik, adalah yang sangat penyayang
terhadap anaknya ketika kecilnya dan sangat menjaga suami dalam apa yang ada di
tangannya." (HR. Al-Bukhari no. 5082 dan Muslim no. 2527)
4.
Menjaga rahasia suami dan juga
kehormatannya sehingga hal tersebut akan menumbuhkan kepercayaan sang suami
secara penuh terhadapnya.
5.
Bergaul dengan suami dengan cara yang
baik.
6.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan
cara membuatnya ridha ketika suami marah, menunjukkan rasa cinta dan sayang
kepadanya dan juga penghargaan, mengucapkan kata-kata yang baik dan wajah yang
selalu penuh senyuman, dan memaafkan kesalahan suami bila
ia bersalah.Hal yang tidak kalah penting adalah dalam hal memperhatikan
makanan,minuman, serta pakaian dari suami.
7.
Memelihara dan mendidik anak.
Sebagaimana suami, istripun berkewajiban mengasuh anakdan mendidik anak. Fungsi
istri sebagi pengasuh dan pendidik anak lebih besar disbanding suami, sebab
pada umumnya istri lebih dekat hubungannya dengan anak, terutama pada waktu
anak masih kecil.
8.
Mengatur waktu dengan sebaik
mungkin. Sehingga dengan mengatur waktu ini semua pekerjaan terselesaikan pada
waktunya, menjaga kebersihan dan juga keteraturan didalam rumah sehingga selalu
tampak rapi dan juga bersih hingga hal tersebut menimbulkan sesuatu yang menyenangkan
pandangan bagi sang suami dan membuat buah hati menjadi
betah di dalam rumah.
9.
Bersikap dan berkata jujur terhadap suami
dalam segala sesuatu,
Khususnya ketika ada sesuatu yang terjadi sementara suami tidak
berada dalam rumah. Jauhi sifat dusta karena hal ini akan menghilangkan
kepercayaan suami.
Tambahan : Hukum Bagi Istri yang bekerja
Dalam
hukum Islam, tidak dilarang bagi seorang istri yang ingin bekerja mencari
nafkah, selama cara yang ditempuh tidak melenceng dari syariat Islam. Bahkan, al-Qur'an secara tegas menuntut
laki-laki dan perempuan untuk bekerja dengan kebaikan.
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang Telah mereka kerjakan”, (QS. 16: 97).
Ditekankan dalam ayat
Ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama, dan
amal kebaikan harus disertai iman.
Beberapa
sahabat perempuan pada masa Nabi Muhammad Saw, juga bekerja. Termasuk istri
beliau, Siti Khadijah, juga seorang entrepreneur/pengusaha, baik untuk
kepentingan ekonomi, sosial, maupun agama.
Dengam demikian, Islam sebenarnya
mendukung istri/perempuan untuk bekerja demi tujuan-tujuan yang positif. Meskipun
dalam fikih ada ketentuan bahwa kewajiban nafkah itu ada di pundak
laki-laki/suami, sebagimana dijelaskan dalam Al Qur'an :
“kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka…” (QS.
4: 34)
Dalam
fikih, sebenarnya tidak ada teks yang secara eksplisit melarang istri untuk
bekerja, namun jangan sampai diabaikan tugas pokok istri yaitu sebagai ibu dan
pengatur rumah tangga serta terhadap (pendidikan/dan pembentukan akhlaq) bagi anak-anaknya,
juga menjaga kehormatannya. Dan ini yang dihukumi wajib karena ada konsekwensi
pertanggungan jawab kepada Allah swt. Istri tidak dibebani untuk mencari nafkah
(bekerja) baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya, justru berhak
mendapatkan nafkah dari suaminya (kalau perempuan tersebut telah menikah) atau
walinya (kalau belum menikah).
Dengan
kata lain seandainya dia bekerja , maka mubah hukumnya selama bisa tetap
menjalankan fungsinya sebagai pemelihara terhadap anak-anaknya dan dapat menjaga
diri dan kehormatannya. Akan tetapi, bila sudah tercukupi nafkahnya dari suami
maka seharusnya wanita/Istri harus mendahulukan yang wajib dan mengabaikan yang
mubah. Karena yang wajib itu lebih berat konsekuensinya (pertanggung jawabannya
) kepada Allah swt.
Sedangkan
menurut Bachrun Rifai, ketua DKM Iqomah UIN SGD Bandung,
seorang istri diperbolehkan mencari nafkah bagi keluarganya, karena hukum
asalnya pun mubah. Kendati demikian, tetap harus mendapatkan izin dari suami
untuk bekerja. Hal seperti itu bertujuan keharmonisasian dalam keluarga tidak
hilang karena faktor pekerjaan, dan senantiasa terkoordinir setiap urusan rumah
tangga.
Hal
ini membuktikan bahwa Islam itu mudah, dan tidak ada peraturan yang menyulitkan
bagi pemeluknya. Islam telah mengatur segalanya dengan sedemikian rupa,
sehingga akan menjadikan hidup menjadi terarah.
3. Hak Bersama Suami-Istri
Dengan
selesainya akad nikah, pasangan suami istri halal melakukan berbagai hal yang
semula dilarang syariat. Mereka hidup bersama dalam satu rumah dengan berbagai
fasilitas dan risikonya. Mereka saling memiliki sehingga hak hubungan seksual
pun merupakan hak bersama secara timbal balik.
Namun, dalam
hal saling memiliki, istri harus tunduk kepada aturan syariat bahwa seorang
suami diperbolehkan beristri lebih dari satu asalakan dapat berbuat adil terhadap semua istrinya. Dalam kesempatan
ini, hak istri adalah menuntut keadilan yang seadil-adilnya.
4. Hak dan Kewajiban Anak
Kewajiban dan hak seorang anak adalah berbakti kepada kedua orang tuanya.
“Berbaktilah kepada orang tuamu, niscaya anak-anakmu akan berbakti kepadamu,
berlakulah sopan niscaya istri-istrimu akan menghargaimu.”Rasulullah bersabda
“Orang tua itu adalah pusat pintu-pintu surga. Jika Anda
menginginkan maka aku kan meletakkan pintu itu atau aku akan
menjaganya.” Selain itu sabda Nabi saw “Ridla Allah tergantung ridla kedua
orang tua, demikian pula marahNya tergantung kemarahan kedua orang tua.”
·
Kewajiban seorang anak
dalam memenuhi hak kedua orang tuanya:
1.
Ketika kedua orang tua
menginginkan makanan,maka berilah makanan
2.
Ketika kedua orang tua
menginginkan pakaian,maka berilah pakaian
3.
Ketika kedua orang tua
memerlukan bantuan apa saja,bantulah dia
4.
Memenuhi panggilan
merekanya
5.
Mematuhi segala perintahnya,
dengan catatan bukan perintah maksiat atau mengatakan kejelakan lain
6.
Merendahkan diri
dihadapan mereka dengan kasih sayang
7.
Ketika berbicara
pakailah kata-kata yang baik,lunak,lemah lembut,tidak kasar
8.
Tidak boleh memanggil
nama kecilnya
9.
Ketika berjalan harus
dibelakangnya
10.
Senang kepada keduanya
sebagimana senang kepada dirinya sendiri sebaliknya membenci bagi keduanya
sebagaimana pada dirinya sendiri.
11.
Memohonkan mapun untuk
keduanya serta rahmat Allah.
·
Hak seorang anak kepada
orang tuanya :
1.
Memilihkan ibu yang
baik,jangan sampai terhina akibat ibunya
2.
Memberi nama yang baik
ketika lahir
3.
Mendidiknya dengan
Al-Quran(agama Islam)
4.
Mengawinkan ketika
menginjak dewasa.
Jika tidak dengan hati nurani maka kita akan kesulitan untuk melaksanakan
itu semua. Dan seorang sahabat Nabi saw berkata bahwa salah satu penyebab
kesulitan penghidupan adalah tidak mendo’akan kedua orang tuanya.
C. Pergaulan Dalam Keluarga
Keharmonisan suatu keluarga dapat terwujud melalui pergaulan yang disadari
kasih sayang secara proporsional. Anak yang dibesarkan dengan kasih sayang yang
benar akan tumbuh menjadi orang yang dapat memahami hak orang lain. Al-Qur’an
menegaskan bahwa suami harus saling melindungi (Q.S. Al-Baqarah :187), anak
harus berbakti kepada kedua orang tuanya (Q.S. Al-Isra’: 23), dalam keluarga
harus dikembangkan prinsip saling mengingatkan (Q.S. Al-Ashr:1-3). Sementara
itu, Rasulullah SAW. Menegaskan agar orang yang lebih tua menyayangi yang lebih
muda, dan yang lebih muda menghormati yang lebih tua (H.R. Bukhari dan Abu
Dawud dari Ibnu Amr). Disamping itu , etika pergaulan secara umum harus
terealisasikan juga dalam kehidupan suatu keluarga.
D. Pengembangan Keluarga
Saat lahir manusia tidak mengetahui dan tidak memiliki suatu apa pun. Lalu
secara bertahap, berkat rahmat Allah SWT. Dan kasih sayang kedua orang tuanya,
ia memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta mendapatkan sejumlah hak
milik. Fisik dan mental pun berkembang seiring dengan pertambahan usianya.
Fakta ini membuktiakan bahwa keluarga memegang peranan yang cukup penting dalam
pengembangan potensi dasar seluruh anggotanya.